Pendakian Gunung Merapi
Hari itu, masih sama dengan hari-hari sebelumnya yang hanya
ada tujuh, dari senin sampai minggu, saya, Kurniawan dan chamid tiba –tiba
dilintasi pikiran untuk silaturahmi ke alam tinggi yang biasanya di sebut
manusia sebagai Gunung. Kalian tahu kan, banyak sekali gunung di indonesia ini,
sampai-sampai kami harus memilih mana yang sekiranya cocok dengan kami, namun
karena domisili kami disemarang jadi list yang akan kami kunjungi masih
sekitaran jawa tengah. Lalu kami cari-cari info gunung mana yang aman untuk
kita kunjungi, karena pada saat itu si alam sedang dalam kondisi cuaca yang
cerah dan jarang hujan, maka setiap gunung rawan sekali terjadi becana yang
namanya kebakaran. dimulai dari gunung sumbing terdengar kabar dilahap jago
merah yang mengakibatkan penutupan jalur dan aktivitas pendakian, akhirnya kami
searching info gunung-gunung dijawa
seperti G Lawu, G selamet, G sindoro, G merbabu, serta G merapi, alhasil cuma
gunung merapi yang buka untuk pendakian.
Sebenarnya
sedikit meragu, karna sasaran awal kami antara gunung lawu dan sumbing, namun
karena niat silaturahmi sudah kencang, akhirnya kita putuskan untuk datang
mengunjungi gunung merapi, dan menyiapkan segala perlengkapanya agar supaya
disana apa? Ya, kalian yang sering mendaki pasti sudah tau. Jawabanya. Sebelum hari
keberangkatan, ternyata ada satu teman kami namanya Afriza Y Ardias (Cah Puisi
ki) berkeinginan untuk ikut silaturahmi ke merapi, jadi tunggu apalagi, dia kami
terima dan langsung saja kami berangkat pukul 23.30 WIB dari semarang, dan
sampai Basecamp Barameru di selo, Boyolali pukul 02.30 WIB dalam kondisi
kedinginan. Lalu kami pun mulai bergerak, jalur beraspal dengan kemiringan yang
curam menjadi sambutan yang cukup membuat nafas tersengal, dan sampailah kami
pada Welcome sign dengan tulisan New Selo seperti di Hollywood (kata banyak
orang). Lalu kami putuskan diatas New Selo untuk mendirikan tenda peristirahatan
pertama kami.
trek ke puncak merapi
Tatkala waktu menunjukan pukul 08.30 WIB, seketika
itu kami semua bangun, dan sial!! Satu-satunya Panci yang kami bawa untuk
membuat sajian makan dan minum ternyata
mengalami kerusakan, dia berlubang, dan beruntungnya salah satu dari kami
membawa tisu basah yang perekat pada pintu tisu sedikit bisa mencegah kebocoran
dalam 3 kali masak (mi instan), dan kamipun menemukan kaleng sarden cukup besar
yang itu menjadi media kami untuk memasak air sampai matang dan dicampur kopi,
beginilah penampakanya.
nesting bekas kaleng sarden
Begitu perut kami terisi, tenda, kami bereskan dan di packing ke dalam tas
career. Perjalanan kami mulai sekitar pukul 10.00 WIB, melewati jalan setapak yang
cukup berdebu menuju pos 1, yang jika dihitung waktu tempuh versi kami
sekitaran 2-2,5 jam (kondisi fisik mung-mungan). Lalu sesampainya di pos 1 watu
belah, kami beristirahat sejenak serta mengeluarkan
seperangkat kompor dan alat masak air, lalu buat kopi pendamping cemilan jajan
kering.
sedang masak air aja.
kurniawan berpose di situ.
Perjalanan versi kami dari pos 1 ke pos 2 memakan waktu sekitar
2 jam, mulai dari sini jalur banyak didominasi oleh pepohonan serta batu-batu
nakal berbagai jenis, jalur ini juga sedikit melewati gigir jurang, jika
perjalanan kalian dilakukan malam hari siapkan saja penerangan agar supaya gak
gelap aja sih, lalu perjalanan dilanjutkan dengan trek yang sama menuju pos 2
versi kami sekita 1,5 jam, barulah setelah itu trek menjadi lebih nakal lagi karena
berubah menjadi batu semua dan menanjak tanpa bonus sepeserpun, dan perlu
diperhatikan juga karena bebatuan rawan jatuh, jadi berhati-hatilah jika
bertumpu pada bebatuan. Jika kalian sudah sampai pada trek kerikil dengan jalan
yang tidak terlalu menanjak, itu berarti
pasar bubrah semakin dekat. Pasar bubrah adalah pos terakhir dikaki puncak
gunung merapi.lokasinya sangat luas dan berupa tanah padat berpasir yang
tandus.
Sebaiknya dirikan tenda kalian diatara batu besar, karena
angin disana sangatlah kencang, cocok
untuk bermain layangan, tapi kemungkinanya kecil jika ada pendaki membaya
layang-layang (lah go opo?). jarak pasar bubrah menuju puncak merapi
membutuhkan waktu kisaran 1 jam dengan trek berpasir serta bebatuan terjal,
juga diperhatikan karena bebatuan besar juga rawan jatuh di area ini. Tenda kami
berdiri tepat puku 05.30 dan saat itu sunrise sedang menampakan dirinya,
kamipun mendekat untuk menikmatinya, setelahnya lalu kami kembali ke tenda dan
menyiapkan santap malam dan kopi hitam pastinya, sembari ngobrol ngalor ngidul
perihal hidup, pasangan, kuliah dan agenda pagi menengok puncak merapi, dan vriza menjawabnya dengan belom dulu, biarkan saya menjaga tenda ini (alasan malas bangun pagi). Malam itu cuaca sedang cerah dan
bulan menampakan dirinya begitu terang dan bundar seutuhnya, namun malam itu
hanya saya yang bertahan sampai jam 23.00 WIB, untuk sekedar ngopi diatas batu
besar ditemani bulan serta angin dingin di pasar bubrah, sedangkan Kurniawan,
Chamid dan Vriza tertidur dengan lelapnya, mungkin karena kecapekan dan
kedinginan, sehingga mereka harus memasukan dirinya kedalam sleeping bag.
Selamat pagi, jarum jam menunjuk ke angka 05.00 WIB lebih
sekian, bersiaplah kami untuk bergegas menuju puncak merapi, dan pagi ini sudah
banyak yang hampir sampai puncak terlihat dari depan tenda kami, kamipun
menyusul mereka sesegera mungkin, dengan keyakinan teguh kami mulai dengan baca
basmallah, jalanlah kami dengan kondisi kedinginan yang teramat dingin
dibandingkan gunung yang pernah saya daki sebelumnya. Trek pasir dan bebatuan
cukup menguras tenaga saya dan teman-teman, dan sampailah kami pada puncak
sekitar pukul 06.20 WIB. Orang-orang pendahulu kami sudah mulai menuruni
puncak, dan tinggal kelompok kami dan satunya yang sedang sibuk mengabadikan
momen pagi ini, dalam jeda mereka kami meminta tolong supaya pose kami di jepret agar supaya kami tau bagaimana gaya
dan kondisi fisik kami saat itu. Alhasil beginilah beberapa gaya kami saat
dipuncak Merapi.
Sayangnya pagi itu friza ga ikut menengok pucak, karena
suatu alasan yang bagi kami cukup membuat merinding, ternyata malam itu friza
sempat mendengar keriuhan, banyak orang-orang
tawar-tawar menawar seperti dipasar, karena pasar bubrah merapi atau yang
dikenal warga sebagai pasar setan/jin maupun yang dipercaya sebagai tempat
demit (mahluk astral) bertransaksi dikawasan itu. Mitos lainya juga mengatakan
bahwa pasar bubrah merupakan pusat kerajaan syetan atau demit peguasa merapi. Sehingga
jika ada pendaki berbuat atau berpikiran kurang baik maka secara tidak sengaja
akan disesatkan atau dibuat bingung oleh para mahluk halus penguasa merapi. Di sisi
lain Friza pernah diberi wejangan oleh simbahnya, jikalu ragu jangan
diteruskan, jikalau mantap, sikat saja. Sehingga ketika Friza merasakan
keganjilan, disitulah akhirnya friza berpikir dua kali untuk mengurungkan
niatnya menggapai puncak merapi. Akhirnya foto dengan formasi lengkap kami terabadikan dipasar bubrah, sebelum kami pamit dan melangkahkan kaki menuruni trek merapi untuk pulang ke kost masing-masing.
Setelah semua sudah dibereskan, mulai dari tenda sampai sampah hasil kami mengolah kopi, mi instan siap diturunkan bersama kami, pamitlah kami kepada
puncak merapi dan pasar bubrah atas tumpangan,
pengalaman dan kenanganya, sebelum jalan, kami berpose dulu dengan
formasi lengkap, setelah dirasa cukup lalu jalanlah kami menuju penitipan motor
yang juga basecamp merapi. dan sampai disana pukul 03.40 WIB.
sedikit pesan untuk teman-teman jikalau berniat silaturahmi ke alam seperti laut dan gunung, cobalah tetap santun, jaga ucapan dan tindakan, berbaurlah selayaknya teman, saling jaga dan melindungi, apa yang kalian bawa kesana, bawa juga ketika kalian pulang dari sana, termasuk sampah sampah kalian bekas bungkus kopi dan mi instan, jajan serta aqua, dan alangkah baiknya juga ditambah dengan sampah-sampah yang kalian temui ketika menuruni gunung, ikut diambil dan dibaurkan dengan sampah yang kalian bawa. terimakasih
Post a Comment